Prof. Dr. Subagjo adalah Ketua Masyarakat Katalis Indonesia – Indonesian Catalyst Society (MKICS) (2008 – Sekarang).
Pendidikan :
S-1 Institut Teknologi Bandung
S-2 Universite de Poitiers, Perancis
S-3 Universite de Poitiers, Perancis
Karier :
Penghargaan 40 Tahun ITB, 2018
Penghargaan “Anugerah Adibrata” sebagai Juara I. Suatu penghargaan yang diberikan untuk mengapresiasi prestasi masyarakat ilmiah dalam menghasilkan produk inovasi. Penghargaan disampaikan pada acara Peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-23 (Pekanbaru, 10 Agustus 2018).
Penghargaan ITB Bidang Karya Inovasi Tahun 2015
Penghargaan 35 Tahun ITB, 2014
Satyalancana Karya Satya XXX Tahun, 2010
Penghargaan 25 Tahun ITB, 2002
Satyalancana Karya Satya XX Tahun, 1970
Indonesia merupakan negara yang dikenal dengan produksi minyak kelapa sawit yang melimpah. Sejak berkembangnya sektor perkebunan di Indonesia, perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu sektor yang memiliki peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Bagaimana tidak, menurut data Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, pada tahun 2019lu as perkebunan kelapa sawit di Indonesia diperkirakan telah menjadi 14,68 juta hektar, atau bertambah hampir 50 kali lipat. Bertambahnya luas lahan perkebunan kelapa sawit ini diikuti pula oleh meningkatnya jumlah produksi minyak kelapa sawit atau biasa disebut Crude Palm Oil (CPO). Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat, sejak Januari-Oktober 2019, produksi minyak kelapa sawit tumbuh sebanyak 11,26% dari 39.59 juta ton di periode tahun lalu menjadi 44,05 juta ton.
Kendati demikian, sayangnya Indonesia masih harus bergantung pada impor minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) dari luar negeri. Padahal jumlah kelapa sawit di Indonesia sangat melimpah dan salah satu manfaat dari kelapa sawit yaitu dapat diolah menjadi bahan bakar minyak. Luasnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia sebetulnya dapat mendorong negara ini untuk menjadi mandiri dalam bidang pengembangan energi terbarukan. Sayangnya, tidak banyak yang sadar akan hal tersebut hingga akhirnya seorang putra terbaik bangsa melakukan sebuah penelitian yang memberi titik terang dalam pengembangan bidang energi di Indonesia.
Subagjo, begitulah beliau biasa dipanggil, merupakan seorang Guru Besar di Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri (FTI) ITB. Beliau berjasa dalam mengembangkan penelitian terkait katalis untuk produksi bahan bakar sawit bersama dengan tim ahli kimia dan Industri ITB lainnya yaitu Dr. Tatang Hernas Soerawidjaja, Dr. Melia Laniwati Gunawan, Dr. IGBN Makertihartda, dan Dr. C.B.Rasrendra serta mahasiswa program studi S-1, S-2, dan S-3 Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung. Penelitian tersebut menghasilkan produk-produk inovasi di bidang katalis yang dapat mengkonversi minyak kelapa sawit menjadi bahan bakar nabati seperti bensin, diesel, dan avtur. Penelitian pengembangan katalis ini sebetulnya sudah dirintis sejak 36 tahun yang lalu bertempat di Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis (TRK). Keberadaan laboratorium tersebut menjadi bukti bahwa produk penelitian Indonesia dapat menjawab tantangan kemandirian bangsa Indonesia.
Riset inovasi yang dinamakan Katalis Merah Putih ini turut melibatkan kerjasama dengan berbagai perusahaan yaitu PT. Pupuk Iskandar Muda (PIM), PT. Pupuk Kujang, PT. Rekayasa Industri, Pertamina, dan PT. Ecogreen Oleochemicals. Kerjasama yang pertama terjalin antara ITB dengan PT. Pupuk Iskandar Muda (PIM) pada tahun 1995-2003, dimana saat itu PT. Pupuk Iskandar Muda sedang mengembangkan adsorben H2S dalam gas bumi. Adsorben tersebut kemudian diberi nama PIMIT-B1. Sayangnya, kerjasama dalam pengembangan adsorben PIMIT-B1 harus dihentikan karena PT. Pupuk Iskandar Muda mendapatkan pasokan gas yang lebih bersih sehingga tidak membutuhkan PIMIT-B1 lagi. Kendati demikian, kerjasama antara TRK dan PT. Pupuk Iskandar Muda tetap berjalan dengan baik hingga saat ini.
Kerjasama selanjutnya yaitu dengan PT. Ecogreen Oleochemicals yang dilaksanakan mulai tahun 2011-2014. Kerjasama tersebut berhasil mengembangkan katalis hidrogenasi lemak ester menjadi lemak alkohol. Selain dengan dua perusahaan tersebut, TRK ITB turut bekerjasama dengan Pertamina , di bawah naungan Research and Technology Center (RTC) Pertamina, PT. Pupuk Kujang, dan PT. Rekayasa Industri. Beberapa katalis pengolahan minyak bumi yang dikembangkan oleh TRK ITB bersama PT. Pertamina (Persero) telah dikomersialkan dan telah digunakan di berbagai kilang milik Pertamina. Melihat kondisi bahwa selama ini Indonesia selalu bergantung pada katalis impor dari negara lain seperti Amerika, Jepang, dan Eropa, TRK ITB bersama mitra perusahaan yang telah disebutkan berencana membangun pabrik katalis pertama di Indonesia pada tahun 2020 ini.
Dengan memiliki pabrik katalis sendiri, Indonesia bisa mandiri dalam bidang teknologi proses dan menciptakan ketahanan energi. Salah satunya melalui pengembangan energi terbarukan yang diperoleh dari pengolahan minyak kelapa sawit. Hal ini menjadi relevan mengingat Indonesia masih harus mengimpor minyak mentah sekitar 360 ribu barel per hari (bph) dan bahan bakar minyak (BBM) sekitar 400 ribu bph. Di saat yang sama, minyak kelapa sawit Indonesia juga mendapatkan tekanan dari negara barat.
Dilansir dari Indonews.id , Subagjo mengatakan bahwa kebutuhan katalis di Indonesia sudah cukup besar, diperkirakan mencapai 500 juta USD dan hampir seluruhnya diimpor dari luar negeri. Hanya sebagian kecil saja yang dapat diproduksi di Indonesia dengan membawa lisensi dari luar negeri. Sangat disayangkan, mengingat bahwa sebenarnya Indonesia sudah bisa membuat berbagai macam katalis. Dengan adanya katalis tersebut, sawit yang melimpah di Indonesia bisa dimanfaatkan secara maksimal. Akhir kata, Subagjo berharap dengan adanya industri katalis karya anak bangsa, Indonesia dapat menjadi mandiri dalam hal mengelola energi terbarukan sehingga tidak perlu bergantung pada impor dari negara asing. Seperti yang tercantum di laman resmi ITB (itb.ac.id), program industri katalis pendidikan ini merupakan bukti dari kesuksesan kerjasama A-B-G (Academic, Business, dan Government) dalam rangka mencapai kemandirian bangsa Indonesia di bidang teknologi katalis, serta meraih kepercayaan dunia internasional terhadap karya asli anak Indonesia.